REKONFUNEWS.COM, JAKARTA || Sebuah video pernyataan Menteri Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Yandri Susanto yang viral di media sosial memicu gelombang kritik dari berbagai kalangan, khususnya jurnalis dan aktivis LSM. Dalam video tersebut, Yandri menyebutkan bahwa “Yang paling banyak mengganggu kepala desa itu LSM dan wartawan bodrek.”
Pernyataan yang disampaikan dalam rapat terkait penggunaan dana desa tahun 2025 ini dianggap merendahkan harkat dan martabat insan pers serta aktivis LSM. Kalimat tersebut memicu kontroversi dan kemarahan dari berbagai pihak yang merasa profesinya direndahkan oleh seorang pejabat negara.
Jurnalis senior, Catur Haryanto, secara tegas menyatakan keberatannya terhadap pernyataan tersebut. “Saya sangat tersinggung dengan kalimat ‘wartawan bodrek’. Seharusnya Bapak Menteri PMD yang terhormat dapat mengucapkannya dengan lebih tepat, misalnya dengan istilah ‘oknum wartawan’. Jika yang dimaksud adalah oknum, maka tidak boleh menggeneralisasi wartawan secara keseluruhan,” tegas Catur.
Lebih lanjut, Catur menegaskan bahwa Menteri PMD seharusnya lebih fokus pada regulasi dan implementasi Anggaran Dana Desa (ADD) agar penggunaannya tepat sasaran, akuntabel, serta terhindar dari penyalahgunaan atau praktik korupsi. “Seorang pejabat publik harus menjadi panutan masyarakat, bukan justru memecah belah persatuan dan merendahkan profesi lain,” tambahnya.
Dalam video tersebut, Yandri juga menyampaikan bahwa pihak kepolisian dan kejaksaan perlu menindak tegas LSM dan wartawan yang mengganggu kepala desa dengan meminta uang. Pernyataan ini semakin memperkeruh suasana dan menimbulkan pertanyaan besar tentang sikap pemerintah terhadap kontrol sosial yang dilakukan oleh media dan aktivis.
Catur pun menyoroti ketimpangan dalam penegakan hukum terhadap praktik korupsi yang sering kali dilakukan oleh pejabat negara. “Kalau memang ada oknum wartawan atau LSM yang melakukan pemerasan, tentu ada mekanisme hukum yang bisa menindaknya. Namun, mengapa hanya mereka yang disoroti, sementara banyak kepala desa yang menyalahgunakan dana desa tidak mendapat perhatian yang sama? Jika kepala desa merasa diperas, laporkan saja ke kepolisian, jangan membuat pernyataan yang mendiskreditkan profesi wartawan dan LSM secara keseluruhan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga membahas soal pemberian uang kepada wartawan atau LSM. “Jika ada kepala desa yang memberikan uang secara sukarela sebagai bentuk kemitraan atau dukungan sosial, itu sah-sah saja, selama tidak ada unsur pemaksaan. Jangan jadikan hal ini sebagai pembenaran untuk melemahkan peran kontrol sosial yang dilakukan oleh wartawan dan LSM,” tandasnya.
Pernyataan Yandri Susanto ini kini menjadi polemik di tengah masyarakat. Banyak yang menilai bahwa ucapan tersebut berpotensi melindungi praktik korupsi di desa dari pengawasan publik. Sementara itu, sebagian pihak lainnya menganggap bahwa pernyataan itu merupakan kritik terhadap oknum wartawan dan LSM yang menyalahgunakan profesinya untuk kepentingan pribadi.
“Tidak semua wartawan dan LSM itu bodrek dan abal-abal. Itu hanya oknum. Tapi jika Bapak Menteri menyerukan agar wartawan dan LSM ditangkap, itu pernyataan yang sangat tidak objektif. Jika kami meminta aparat penegak hukum seperti KPK dan Kejaksaan Agung untuk memeriksa Bapak Menteri, apakah Bapak siap menerima?” pungkas Catur.
Dengan semakin besarnya gelombang reaksi dari insan pers dan aktivis, desakan terhadap Menteri PMD untuk memberikan klarifikasi semakin menguat. Masyarakat kini menunggu tanggapan resmi dari Yandri Susanto terkait pernyataan kontroversialnya yang telah memicu kegaduhan di ranah publik. [Red]
Eksplorasi konten lain dari REKONFU NEWS
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.