Banner IDwebhost
Banner IDwebhost
DAERAH  

Klarifikasi Dirut PDAM Natuna: Bongkar Akar Masalah BPJS, Gaji Macet, hingga Mafia Lahan Eks Direktur

REKONFUNEWS.COM, NATUNA ||  Sorotan publik terhadap Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Natuna makin tajam. Mulai dari keterlambatan iuran BPJS, gaji karyawan yang tersendat, hingga polemik lahan yang menyeret nama mantan direktur, kini menjadi bahan perbincangan hangat di masyarakat. Menjawab hal itu, Direktur Utama PDAM Natuna akhirnya angkat bicara dan membeberkan fakta di balik persoalan yang selama ini menjerat perusahaan daerah tersebut.

BPJS: Masalah Lama yang Membusuk

Dirut PDAM menegaskan, isu keterlambatan iuran BPJS bukanlah kesalahan manajemen saat ini, melainkan warisan masalah yang sudah berlangsung jauh sebelum dirinya menjabat.

“Ini masalah lama, bahkan saya sendiri sampai hari ini belum terdaftar di BPJS melalui PDAM. Kami sudah duduk bersama pihak BPJS Tanjungpinang dan Natuna untuk membedah persoalan ini, dan sudah ada kesepakatan penyelesaian,” ungkapnya.

Gaji Karyawan Macet: Fasilitas Bobrok, Pendapatan Seret

Lebih lanjut, ia menjelaskan soal keterlambatan gaji karyawan yang kerap menjadi sorotan publik. Menurutnya, hal itu terjadi karena pendapatan perusahaan jauh dari ideal akibat kondisi fasilitas PDAM yang sudah tua, rusak, dan tidak standar.

“Dari 600 pelanggan lebih, ada sekitar 350 meter air yang rusak. Akibatnya, banyak pelanggan hanya membayar Rp18 ribu per bulan. Padahal biaya operasional jauh lebih besar. Fasilitas intake hingga reservoir tidak memiliki sistem penyaringan standar, sehingga pasir dan sampah sering ikut ke rumah warga. Ini yang membuat meter cepat rusak,” terangnya.

Situasi makin runyam karena faktor alam. Ketika kemarau, debit air turun drastis. Sebaliknya, saat musim hujan, pipa tua yang tak berstandar SPAM pecah di berbagai titik. Ditambah lagi, praktik pencurian air dan tunggakan pelanggan memperparah kondisi keuangan.

“Kami hanya mengelola fasilitas kaki lima, tapi dituntut menghasilkan pendapatan bintang lima. Mana mungkin? Meski begitu, kami tetap prioritaskan pelayanan agar masyarakat tidak kekurangan air bersih,” tegasnya.

Kasus Harmain: Ancaman, Lahan, dan Kepentingan Pribadi

Tak kalah panas, Dirut PDAM juga menyinggung persoalan dengan Harmain, mantan direktur PDAM, yang disebut-sebut menutup akses pagar menuju bak penampungan air (WTP).

Menurutnya, kasus ini lebih besar dari sekadar konflik internal, melainkan menyangkut dugaan penguasaan lahan milik Pemda seluas 415 meter persegi oleh Harmain selama sekitar 20 tahun. Lahan itu sejatinya sudah dibebaskan dengan anggaran Rp125 juta untuk pembangunan fasilitas PDAM, namun justru dimanfaatkan secara pribadi.

“Anak Harmain terang-terangan mengancam saya. Jika tidak diangkat jadi pegawai PDAM, maka pagar menuju bak air akan ditutup. Ini jelas mengganggu pelayanan masyarakat. Masalah ini sudah kami laporkan ke kepolisian,” tegasnya.

Tak berhenti di situ, Harmain bahkan disebut pernah meminta setengah ton bahan kimia penjernih air untuk kepentingan pribadi. Permintaan itu ditolak karena bahan tersebut adalah aset Pemda, bukan milik perorangan.

Komitmen: Bekerja di Tengah Keterbatasan

Di akhir klarifikasinya, Dirut PDAM menegaskan, seluruh persoalan ini bukan murni akibat kelalaian manajemen, tetapi hasil akumulasi masalah lama yang membusuk: fasilitas bobrok, administrasi terbengkalai, dan kepentingan pribadi yang menyeret institusi.

“Kami sudah membawa persoalan ini ke pimpinan daerah. Solusi sedang disiapkan, tinggal menunggu proses berjalan. Saya tegaskan, seluruh jajaran PDAM bekerja keras di lapangan, agar masyarakat tetap mendapatkan air bersih, meskipun kami mengelola fasilitas yang jauh dari layak,” pungkasnya.

( Red )

BERITA TERBARU YANG DISARANKAN !

Eksplorasi konten lain dari REKONFU NEWS

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Eksplorasi konten lain dari REKONFU NEWS

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca