SUKOHARJO, REKONUNEWS.COM || Banjir di sejumlah lokasi Solo dan sekitarnya, salah satu penyebabnya adalah penyempitan kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS).
Hal itu terjadi akibat bantaran sungai yang mestinya untuk menjaga ekosistem kelancaran aliran air, telah digunakan untuk mendirikan bangunan semipermanen dan permanen. Penyempitan DAS tersebut juga terjadi di bantaran Sungai Jenes mulai dari depan RS Ortopedi hingga di traffic light Pasar Sidodadi atau yang dikenal sebagai Pasar Kleco, Laweyan, Solo.
Curah hujan yang tinggi mengakibatkan sejumlah sungai di sekitar Kota Solo meluap, salah satunya Kali Jenes yang melintas di Kartasura Sukoharjo hingga Kota Solo, menuju Sungai Bengawan Solo.
Deretan bangunan permanen berdiri di sempadan Kali Jenes, di Mendungan, Desa Pabelan, Kartasura yang ditengarai hal itu membuat sempadan sungai menyempit. Bahkan diantara bangunan itu, ada yang menjorok diatas aliran sungai, bahkan juga ada jembatan melintang diatasnya, dimana Informasinya, jembatan itu milik salah satu yayasan pendidikan.
Ketua Umum Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara (LAPAAN) RI, DR BRM Kusuma Putra, SH., MH mengungkapkan pihaknya cukup prihatin dengan adanya pembiaran dugaan pelanggaran tersebut. Sebab berdirinya bangunan permanen yang berdiri kokoh dengan jarak rapat itu, berpotensi memicu bencana banjir akibat penyempitan sungai. Bangunan-bangunan tersebut juga banyak yang digunakan untuk kepentingan komersial.
“Penyempitan Kali Jenes ini berdampak besar, tidak hanya di wilayah Sukoharjo saja, tapi juga wilayah Kota Solo karena letaknya yang bersebelahan. Ketika hujan deras ditambah dengan kiriman air hujan dari Boyolali, wilayah Kecamatan Laweyan, Solo juga akan menanggung banjir yang terjadi,” tegasnya.
“Deretan bangunan ruko itu kalau tidak salah juga berdiri diatas tanah PT. KAI karena dulu disana ada rel kereta api dari Puwosari Solo sampai Kartasura Sukoharjo. Infonya sekarang tanah itu bersertifikat, nah pertanyaannya kok bisa BPN menerbitkan sertifikatnya,” ungkap Kusuma, Selasa (7/3/2023)
Menyinggung adanya jembatan penghubung bangunan pribadi diatas sungai, Kusuma menilai jika merujuk Peraturan yamg ada, mendirikan bangunan di atas saluran air untuk kepentingan ekonomi jelas tidak diperbolehkan.
Bangunan jembatan yang menjadi penghubung dua bangunan tersebut, diduga melanggar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 8 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi.
Kusuma yang juga berprofedi advokat di Solo ini menguraikan pada Bab V Pasal 20 ayat 2 Permen PUPR No. 2015″>8/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi disebutkan dalam keadaan tertentu sepanjang tidak mengganggu fisik dan fungsi jaringan irigasi, ruang sempadan jaringan irigasi dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain.
Namun menurutnya, keperluan lain yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah pelebaran jalan dan pembuatan jembatan dan pemasangan rentangan kabel listrik. Termasuk kabel telepon, pipa air minum, pipa gas, mikrohidro dan kegiatan yang bersifat sosial untuk kepentingan umum.
Dari Permen PUPR itu, bangunan yang diperbolehkan untuk kepentingan masyarakat umum bukan bangunan pribadi apalagi untuk keperluan komersial.
Atas dugaan pelanggaran tersebut, Kusuma meminta Pemkab Sukoharjo melalui dinas terkait dan pihak-pihak lainnya seperti Balai Besar Sungai Wilayah Bengawan Solo [BBWS-BS] segera mengambil langkah sebelum terlambat terjadi bencana.
“DPUPR Sukoharjo bisa menggandeng BPN melakukan inventarisasi tanah di situ. Karena informasinya tanah tempat berdirinya bangunan itu bersertifikat. Ini perlu ditelusuri, sebab di pinggir sungai itu dulunya ada rel kereta api membentang dari Purwosari Solo sampai Kartasura Sukoharjo. Artinya sebagian tanah itu juga milik PT Kereta Api Indonesia (KAI),” kata Kusuma dengan tegas.
Kusuma mengaku khawatir ke depan akan terjadi lebih banyak penyerobotan tanah milik negara yang selama ini tak terurus. Pelanggaran lingkungan lainnya menurutnya juga akan bertambah jika pihak berwenang tidak segera mengambil tindakan.
Kusuma mengatakan untuk memastikan adanya pelanggaran, pihaknya melalui LAPAAN RI akan melakukan investigasi lebih mendalam. Sekaligus mendata bangunan-bangunan yang berada di atas sungai atau sempadan yang ada di wilayah Sukoharjo. Bahkan dia mengaku akan bersurat ke BBWS-BS agar melakukan langkah lebih lanjut.
Kusuma berharap kepada pihak yang berwenang untuk segera bertindak. Dalam hal untuk mencegah agar kedepan tidak terjadi penyerobotan tanah dan tiba-tiba muncul sertifikatnya.
“Kami mendesak Pemkab Sukoharjo untuk mengusut dan menindak pelanggaran lingkungan yang terjadi. Juga pada BBWS-BS agar tidak abai dalam pengawasan. Bangunan liar disepadan sungai harus ditertibkan. Jangan sampai ada permainan oknum, karena warga punya sertifikat.”
Terpisah, Kepala BPBD Sukoharjo, Ariyanto Mulyatmojo, saat dimintai konfirmasi terkait bangunan di sempadan dan di atas sungai menyatakan hal tersebut tidak diperbolehkan.
“Idealnya memang tidak ada bangunan di atas sungai. Kami belum tahu apakah warga memang membangun di atas sungai atau memang ditanam [sudah ada] hak miliknya. Jadi saya tidak bisa menjawab karena bukan wewenang kami,” terang Ariyanto.
Meskipun begitu, Ariyanto menyatakan akan berkomunikasi dengan pihak BBWS. Selain itu, juga perlu dipastikan apakah bangunan berdiri diatas tanah bersertifikat atau tanah dengan status lain.
Sementara Kepala DPUPR Sukoharjo, Bowo Atmojo saat akan diminta tanggapannya melalui sambungan telepon beberapa kali, tidak dapat dihubungi. [CH86]
Eksplorasi konten lain dari REKONFU NEWS
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.